Tahukah Anda bahwa otak manusia terdiri dari puluhan miliar sel saraf yang saling terhubung membentuk jaringan super rumit? Jaringan inilah yang memungkinkan otak kita berpikir, mengingat, mengambil keputusan, dan berfungsi dengan baik dalam aktivitas sehari-hari.
Dengan potensi yang luar biasa, sebenarnya terdapat peluang untuk mengembangkan kemampuan otak menjadi lebih efektif. Namun, masih banyak yang menganggap bahwa kemampuan otak adalah bakat bawaan sejak lahir. Padahal, kenyataannya kemampuan otak ini bisa dilatih dan dikembangkan melalui pengalaman, pembelajaran, dan latihan yang konsisten.
Bagaimana Cara Memaksimalkan Potensi Otak?
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai caranya, penting untuk memahami neuroplastisitas, yaitu kemampuan sistem saraf dalam otak untuk merespons berbagai stimulus, baik dari dalam maupun luar, sehingga secara terus-menerus mengubah struktur, fungsi, serta koneksi antar sel saraf. Semakin sering otak menerima stimulus, semakin tinggi tingkat neuroplastisitasnya. Hal ini memungkinkan otak untuk berfungsi dengan lebih baik.
Sebagaimana otot yang perlu terus dilatih agar menjadi kuat, otak pun perlu diasah agar potensi di dalamnya dapat diaktifkan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan terus memberi paparan terhadap pengetahuan dan informasi baru. Otak kita bekerja dengan mengolah apa yang sudah kita ketahui. Jika informasi yang masuk terbatas, maka proses berpikir pun ikut terbatas. Tanpa pengetahuan yang beragam, kita akan kesulitan untuk menganalisis, berpikir secara mendalam, atau menyusun strategi yang baik.
Tapi, penting juga untuk bijak dalam memberi paparan informasi. Di era media sosial, kita sering kali mengalami information overload. Terlalu banyak informasi yang masuk dalam waktu singkat dapat membuat kita kewalahan, alih-alih menjadi kaya akan pengetahuan. Dengan sekali scroll dan mencari kata kunci spesifik, informasi tertentu memang terasa cepat untuk didapatkan, akan tetapi seringkali tidak membentuk pemahaman yang utuh. Apalagi dengan adanya algoritma media sosial, seringkali kita mengonsumsi konten yang sama berulang-ulang, yang mana hanya banyak secara jumlah (load), tapi minim secara isi.
Tips: Luangkan lebih banyak waktu untuk membaca buku atau artikel edukatif. Dengan membaca, otak kita dilatih untuk berpikir kritis, memahami konteks, membandingkan informasi, dan menarik kesimpulan. Tak masalah jika prosesnya lebih lambat karena informasi yang kita dapat menyeluruh dan beragam lebih baik daripada hanya menyerap potongan informasi cepat yang seringkali dangkal.
Bagaimana Cara Membangun Kebiasaan Baru?
Neuroplastisitas memungkinkan kita untuk mengubah kebiasaan yang sudah berlangsung lama, tentunya dengan didukung usaha dan konsistensi. Bagi kita yang merasa ‘terjebak’ dalam pola lama, kabar baiknya kita masih dapat menciptakan jalur saraf baru yang mendukung kebiasaan yang lebih sehat dan produktif. Membangun kebiasaan baru seringkali terasa berat di permulaan karena bagian otak prefrontal cortex masih perlu bekerja keras untuk menjaga kita berada dalam jalur yang tepat. Seiring berjalannya waktu dan saat kebiasaan tersebut mengakar, bagian otak basal ganglia mulai mengambil alih dan membuat kebiasaan baru tersebut terasa ‘otomatis’ dan tidak terlalu menguras energi secara kognitif.
Selain itu, kita dapat menyiasati pembentukan kebiasaan baru dengan memulainya dari target-target kecil. Saat berhasil menyelesaikan satu target, otak akan melepaskan hormon dopamin yang memberikan rasa senang sekaligus memperkuat koneksi saraf yang berkaitan dengan perilaku tersebut. Semakin sering kita merasakan pencapaian, meski kecil, semakin kuat pula dorongan untuk melanjutkan dan menghadapi target yang lebih besar.
Tips: Mulailah dari hal yang paling sederhana. Buat target yang kecil namun konsisten, seperti lima menit baca buku setiap hari. Tandai keberhasilanmu dan jangan lupa beri jeda atau hadiah kecil untuk diri sendiri setelah konsisten beberapa waktu.
Bagaimana Cara Multitasking yang Tepat?
Meskipun terdengar produktif, otak manusia sebenarnya tidak dirancang untuk melakukan multitasking. Saat kita mengerjakan dua hal yang sama-sama membutuhkan fokus tinggi, yang sebenarnya terjadi bukan multitasking, melainkan shifting attention atau berpindah-pindah fokus. Hal inilah yang mengakibatkan suatu tugas seringkali tidak dapat selesai atau hasilnya kurang maksimal.
Multitasking mungkin dilakukan jika salah satu aktivitasnya sudah menjadi kebiasaan atau tidak memerlukan banyak perhatian. Misalnya, menyetir sambil mendengarkan podcast. Namun, hal ini tidak berlaku untuk aktivitas seperti menulis laporan sambil mengikuti diskusi penting. Tindakan yang dilakukan berulang kali akan membentuk jalur saraf di otak sehingga menjadi ‘otomatis’. Inilah cara otak menghemat energi kognitif agar kita dapat lebih fokus pada tugas-tugas yang lebih kompleks.
Tips: Gunakan to-do list atau time table. Otak kita bekerja lebih baik saat memiliki struktur dan keteraturan. Selanjutnya, identifikasi kegiatan mana yang membutuhkan fokus minimal sehingga masih memungkinkan untuk dilakukan bersamaan dengan aktivitas lain yang tidak terlalu menuntut perhatian penuh. Cara ini membantu kita tetap produktif tanpa merasa kewalahan.
Temukan lebih banyak insight menarik tentang cara meningkatkan performa otak dari perspektif neurosains. Dengarkan pembahasan selengkapnya melalui BiSeek Podcast di sini.
—
Referensi:
Ruge, D., Liou, L. M., & Hoad, D. (2012). Improving the potential of neuroplasticity. Journal of Neuroscience, 32(17), 5705-5706.
Rae, J. (2024). Habit hack: Rewire your brain for success. Archieboy Audiobook Production.