Pernahkah Anda merasa sendiri di tengah keramaian? Memiliki banyak koneksi, tapi tidak satu pun yang benar-benar terasa dekat? Sering terhubung, tapi justru merasa jauh dari siapa pun?
Jika pada masa lalu populasi manusia menghadapi wabah penyakit menular yang menyebar cepat dan mematikan, kemajuan ilmu kedokteran telah berhasil menaklukkannya melalui vaksin dan antibiotik. Namun, tantangan kita hari berbeda. Dunia modern sedang menghadapi jenis epidemi baru: epidemi kesepian.
Ironisnya, dengan kemajuan teknologi yang membuat dunia lebih terkoneksi, banyak individu justru merasakan kesepian yang perlahan menggerogoti kesejahteraan fisik, mental, dan sosial mereka. Tak heran jika menurut penelitian, kesepian sama bahayanya dengan merokok 15 batang sehari.
Mari bahas epidemi kesepian selengkapnya melalui artikel ini.
Pengertian Epidemi Kesepian
Kesepian merupakan sinyal dari tubuh yang berusaha memberi pertanda bahwa kebutuhan untuk terhubung dengan orang lain kurang terpenuhi. Sebagai makhluk sosial, tentunya kita membutuhkan orang lain untuk berbagi cerita, menerima dukungan emosional, dan merasa diakui serta dimiliki dalam suatu relasi sosial. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka akan muncul perasaan kesepian.
Sementara itu, epidemi kesepian dapat dipahami sebagai kejadian kesepian yang meluas dan meningkat di seluruh populasi, di mana individu merasa hubungan sosial yang dimilikinya tidak cukup, tidak berkualitas, atau tidak sesuai dengan harapan mereka. Disebut sebagai epidemi karena kesepian tidak hanya dialami oleh individu tertentu saja, melainkan telah menjadi pengalaman umum yang memengaruhi berbagai kelompok usia dan latar belakang demografis, dari remaja hingga lansia. Berbeda dengan kesepian sesaat, epidemi kesepian dapat berlangsung lama dan sulit hilang begitu saja.
Mengingat dapat menyebabkan dampak negatif yang signifikan pada kesehatan mental, emosional, bahkan fisik, epidemi kesepian diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat oleh pemerintah di berbagai negara.
Penyebab Epidemi Kesepian
Kesepian kini bukan lagi sekadar persoalan pribadi, melainkan telah menjadi fenomena luas yang memengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Beberapa faktor yang mendorong epidemi kesepian antara lain:
-
Urbanisasi dan Mobilitas yang Tinggi
Saat orang pindah dari desa atau kota kecil ke kota besar, mereka meninggalkan jaringan sosial yang sudah kuat, seperti keluarga besar, tetangga akrab, atau komunitas lokal. Ketika sering berpindah-pindah tempat tinggal, seseorang lebih sulit membangun dan mempertahankan hubungan sosial yang bermakna. Gaya hidup yang serba cepat mengurangi waktu dan ruang untuk interaksi sosial hangat yang berakhir pada perasaan kesepian.
-
Perkembangan Teknologi dan Media Sosial
Banyak orang lebih asyik bermain dengan smartphone mereka dibandingkan terlibat dalam percakapan secara langsung. Kesepian semakin merajalela ketika teknologi mulai menggantikan interaksi tatap muka yang otentik. Hal ini didukung oleh berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa kesepian lebih umum terjadi pada individu yang terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial.
-
Pergeseran Budaya Individualisme
Dengan budaya individualisme yang kian menguat, fokus pada pencapaian dan pilihan pribadi kerap membuat seseorang kurang berminat untuk terikat pada kelompok atau komunitasnya. Hal ini pada akhirnya mengurangi frekuensi serta kedalaman interaksi sosial yang seharusnya memberikan rasa koneksi.
Dampak Epidemi Kesepian
Menurut berbagai penelitian, dampak epidemi kesepian dapat mencakup berbagai aspek. Dari sisi kesehatan mental, seseorang yang mengalami kesepian lebih rentan mengalami depresi, kecemasan, dan gangguan suasana hati lainnya. Sedangkan dari sisi kesehatan fisik, kesepian dapat meningkatkan risiko kematian dini, penyakit jantung, hingga stroke.
Kesepian juga dapat meningkatkan perilaku yang merusak kesehatan seperti pola makan tidak bergizi atau menyalahgunakan zat-zat terlarang. Kesepian juga negatif pada kinerja, produktivitas, dan ketahanan kita di tempat kerja. Faktanya, kesepian menyebabkan kinerja tugas dan tim yang lebih rendah, serta komitmen terhadap pekerjaan yang berkurang. Kesepian dapat memengaruhi kualitas hidup kita secara keseluruhan.
Cara Mengatasi Kesepian
Interaksi sosial meski singkat dapat memberikan manfaat bagi kesehatan mental. Keterhubungan dengan orang lain menciptakan rasa kebersamaan yang memperkuat daya tahan terhadap stres dan tekanan hidup. Beberapa cara mengatasi kesepian antara lain:
-
Kenali dan Identifikasi Penyebab Kesepian
Refleksikan kembali mengapa Anda mungkin merasa kesepian. Apakah karena benar-benar kurang berinteraksi dengan orang lain? Atau justru merasa tidak terhubung secara emosional meskipun dikelilingi banyak orang? Memahami akar kesepian dapat membantu Anda menentukan pendekatan yang paling sesuai, misal apakah perlu menambah jumlah interaksi sosial, memperdalam hubungan yang sudah ada, atau memperbaiki cara Anda memaknai hubungan dengan orang lain.
-
Luangkan Waktu untuk Menghubungi Orang Terdekat
Pesan singkat, panggilan telepon, atau obrolan video dengan orang yang Anda sayangi, meskipun hanya sebentar, dapat memberi dampak besar bagi rasa keterhubungan. Dalam berinteraksi, fokuslah pada kualitas, bukan kuantitas. Lebih baik memperdalam beberapa hubungan yang bermakna daripada menjalin banyak koneksi yang dangkal. Saat berinteraksi, cobalah untuk benar-benar hadir dengan tidak terlalu memikirkan hal-hal di masa lalu atau kekhawatiran akan masa depan.
-
Memanfaatkan Ruang Publik dan Ikut komunitas Sesuai Minat
Ruang publik dapat menjadi titik awal untuk bertemu orang-orang dengan minat yang sama. Berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki ketertarikan serupa dapat menciptakan rasa koneksi yang alami. Selain itu, bergabung dalam aktivitas yang menyenangkan bersama orang lain juga dapat membangkitkan semangat, membangun rutinitas positif, dan mengurangi rasa terisolasi secara perlahan.
-
Lakukan Konsultasi dengan Psikolog
Jika berbagai upaya telah Anda lakukan namun kesepian masih dirasakan terus-menerus hingga mengganggu kehidupan sehari-hari Anda, mungkin saatnya Anda mempertimbangkan untuk berbicara dengan profesional kesehatan mental seperti psikolog. Melalui sesi konseling, Anda akan dibantu untuk mengeksplorasi penyebab awal kesepian, menyusun strategi penanganan yang sesuai, dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatasinya.
LPTUI menyediakan layanan konseling bersama psikolog berpengalaman yang siap mendampingi Anda atau siapa pun yang membutuhkan. Hubungi kami melalui link pendaftaran atau hubungi nomor WhatsApp LPTUI Salemba atau LPTUI Depok untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan jadwal konsultasi.
Ditulis oleh: Khadijah Almuhdor
Referensi:
Greenblatt, A. (2023). Loneliness epidemic: Can it be substantially abated?. In CQ Researcher. CQ Press https://doi.org/10.4135/cqresrre20230505
King, M. (2018). Working to address the loneliness epidemic: perspective-taking, presence, and self-disclosure. American Journal of Health Promotion, 32(5), 1315-1317.
Thomas, S. P. (2024). The Loneliness Epidemic and Its Health Consequences. Issues in Mental Health Nursing, 45(1), 1-2.