Anda salah satu penggemar drama Korea dr. Cha? Serial 16 episode ini tayang di Netflix. Meskipun sudah berakhir pada 4 Juni 2023 lalu, nyatanya masih banyak diperbincangkan netizen hingga hari ini. Wajar saja, apalagi serial ini menempati rating tertinggi 18,5 berdasarkan Nielsen Korea di episode terakhirnya pekan lalu.
Drama ini mengisahkan tentang kehidupan seorang ibu rumah tangga bernama Chajungsook yang diperankan oleh Uhm Jung-hwa. Meskipun storyline dari serial ini adalah drama percintaan dengan sense komedi yang intens, namun kita bisa ikut merasa gemas dan kesal menyaksikan bagaimana orang lain memperlakukan emak-emak yang baru memulai karirnya sebagai dokter di usia 46 tahun ini.
Ageism
Istilah ageism dikenalkan oleh seorang ahli gerontologi dan psikologi, Robert Butler pada tahun 1968. Ia mendefinikan ageism sebagai proses stereotip atau diskriminasi sistematis terhadap seseorang karena mereka sudah tua. Ageism juga setara dengan sikap rasisme dan seksisme baik karena warna kulit, agama, ataupun jenis kelamin.
Pada drama dr. Cha, walaupun mendapat nilai ujian tertinggi yaitu 49 dari nilai maksimal 50, tetapi dia mengalami penolakan sebagai dokter residen dari berbagai rumah sakit karena usianya dianggap tergolong tua untuk bekerja. Selain itu, memiliki riwayat transplantasi hati membuat banyak pihak meragukan kemampuan dr. Cha selama melewati masa paling melelahkan dan menguji mental sebagai dokter residen tahun pertama.
Organisasi Perburuhan Sedunia (ILO) mengidentifikasi beberapa kasus terkait diskriminasi usia. Faktor terkait alasan dari tindakan diskriminatif terhadap pekerja maupun calon pekerja, utamanya adalah usia. Bukan hanya kesulitan mendapatkan peluang pekerjaan, bahkan seorang karyawan yang tergolong senior seringkali dianggap tertinggal dan tidak akan performed.
Sementara itu, terdapat perdebatan mengenai tindakan ini bersifat diskriminatif.
Beberapa alasan yang mengulas adanya batasan umur di antaranya pertimbangan usia produktif yang menuju batas akhir, risiko kecelakaan kerja, efektivitas kerja, dan branding perusahaan. Sebaliknya, karakter dr. Cha justru menunjukkan bahwa ada hal-hal baik yang menonjol sebagai seorang pegawai di kelompok usia 40-50 tahun.
Melawan Ageism
Perjalanan karir dr. Cha dimulai sejak salah satu kandidat terpilih yang mengundurkan diri secara mendadak. Dengan terpaksa, setelah melewati proses wawancara dan penolakan dari beberapa penguji, pada akhirnya Rumah Sakit Universitas Gusan menerima dr. Cha untuk mengisi satu kursi kosong itu. Di sinilah ia diuji sekaligus bertekat kuat, terlebih kembalinya dr. Cha sebagai dokter tidak mendukung penuh dari sang suami, Seo Inho, salah satu professor dokter bedah di rumah sakit tempatnya bekerja. Suami dan anaknya yang juga dokter residen tahun pertama, Jung Min, masing-masing merahasiakan hubungan mereka satu sama lain dari rekan kerja.
Sikap dr. Cha sejak menunjukkan keinginan untuk setara. Sejak awal ia sudah menyampaikan kepada rekan kerjanya agar tidak membedakan dirinya dengan dokter residen lain, sekalipun ia lebih tua. Dia tidak ingin pekerjaannya diringankan karena dianggap tidak mempu. Menyadari kekurangan diri sendiri, dr. Cha bekerja keras agar dapat mengejar ketertinggalan skill dan ilmu yang relatif jauh dibanding rekan kerja yang seusia dengan anaknya.
Lantas, apa saja yang ia lakukan sebagai bentuk perlawanan pada ageism?
- Etos kerja (work ethic)
Michael J. Miller, seorang pakar psikometri mengungkapkan 7 hal terkait etos kerja yaitu mengutamakan pekerjaan (centrality of work), kemandirian (self-reliance), kerja keras (hard work), memaknai waktu luang (leisure), morality/ethics, menunda untuk menikmati kenyamanan (delay of gratification), dan menyikapi waktu (wasted time). Menyadari kelemahan dirinya, dr. Cha menunjukkan etos kerja yang tinggi selama bekerja.
Sebagai seorang dokter yang sudah berhenti lebih dari 20 tahun, beberapa hal tidak dapat dilakukan dr. Cha sendiri seperti memasang selang bantu napas. Dia pun pernah meresepkan obat yang tidak tepat. Sekalipun punya kemandirian yang tinggi (self-reliance), dengan mempertimbangkan moral dan kemanusiaan, dr. Cha tidak malu untuk meminta tolong. Ibu dua anak ini juga dikenal rekannya sebagai seorang pekerja keras (hard work), ini tampak dari komitmennya melanjutkan pekerjaan bahkan sesaat begitu sadar dari pingsan akibat tersetrum defibrillator.
Selain rumah tangganya tengah bermasalah, demi totalitas terhadap profesinya, dr. Cha yang merasa kelelahan setiap pulang. Hingga akhirnya memutuskan tinggal di asrama dokter residen. Ini akan membantunya agar lebih efisien terhadap waktu luang (leisure) dan mempergunakan jeda waktu istirahatnya dengan baik (wasted time). Hanya karena umur tidak muda lagi, dr. Cha berusaha keras agar punya etos kerja terbaik dan tidak dipandang lemah.
- Jejaring luas
Keuntungan yang banyak dimiliki oleh umumnya karyawan senior adalah koneksi. Kelebihan ini yang seringkali membuat seseorang lebih mudah menemukan solusi dari masalah yang ia hadapi. Begitu pula dr. Cha saat mendapat teguran atas kaburnya pasien lansia terpidana hukuman mati yang ia dampingi. Pimpinan rumah sakit secara langsung mengatakan orang pada kelompok umur dr. Cha dianggap menghambat pekerjaan dan berpotensi mengganggu kinerja dokter lain. ‘Jika anak muda berbuat salah, itu hanya kesalahan. Tapi jika terjadi pada orang yang lebih tua, maka itu ketidakmampuan,’ kata Kepala Lim Jong-Kwon yang secara tidak langsung memintanya berhenti bekerja.
Rupanya, pasien tersebut tidak berniat kabur dan ia kembali ke rumah sakit. Harapan satu-satunya dari si pasien adalah bertemu anak perempuan semata wayang yang tidak pernah ia temui sejak kecil. Berkat bantuan koneksi temannya, Baek Mi-Hee seorang dokter pemilik klinik kecantikan, dr. Cha berhasil menemukan anak dari pasiennya hingga mempertemukan mereka berdua.
- Integritas
Pada artikel berjudul The Many Faces of Integrity yang ditulis oleh Audi, R. & Murphy, P.E., seseorang yang memiliki integritas mempunyai sikap kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kepercayaan. Menerima diri atas adanya ketimpangan skill dan pengetahuan dengan rekan kerja lain, justru tidak membuat dr. Cha minder. Namun, totalitasnya membantu pasien tampak seolah ia bersikap seperti seorang ibu kepada anak, berhasil membuat siapapun bersimpati dan iri padanya. Seperti saat menjadi relawan di desa terpencil, dr. Cha tidak ragu membersihkan luka dan memasak untuk seorang kakek penderita diabetes.
Begitu pula saat dr. Cha menangani lansia 76 tahun yang sedang marah dan mengamuk karena sakit yang diderita, alih-alih menyerah dan membalasnya dengan balik memarahi, atau menjelaskan kondisi medis sebagaimana seorang dokter, dr. Cha bersimpuh sejajar dengan pasien tersebut lalu meminta maaf atas kondisi tersebut. Belakangan, diketahui bahwa pasien tersebut adalah direktur rumah sakit yang mendonasikan dana 10 miliar won setelah ia sembuh sebagai ucapan terima kasih, terutama kepada dr. Cha yang berhasil membesarkan hatinya selama di rumah sakit.
Ageism kerap terjadi pada profesi apapun, namun bukan berarti pekerja di usia senior tidak memiliki potensi yang justru dapat mendatangkan keuntungan untuk perusahaan. Di usia yang tidak lagi muda, kemampuan dr. Cha diragukan banyak orang. Namun tekatnya yang ingin diperlakukan setara berhasil menginspirasi banyak orang, bahkan di usia 47 tahun dr. Cha didapuk sebagai dokter residen terbaik di tahun tersebut.
Siapapun berhak mendapatkan kesempatan mengembangkan karir seperti dr. Cha. Perusahaan manapun tetap bisa memaksimalkan potensi karyawannya yang telah memasuki usia senior. Bahkan, orang-orang yang telah memasuki masa pensiun pun memiliki kesempatan untuk terus mengembangkan dirinya. Disertai strategi serta perencanaan yang matang, bukan tidak mungkin, usia senior maupun masa pensiun justru menjadi momentum bagi sebuah permulaan yang baru.
(Tim Penulis LPTUI)