Mitos dan Fakta Karier Psikolog

Seiring berjalannya waktu, isu kesehatan mental semakin mendapatkan perhatian di kalangan masyarakat. Kesadaran untuk mencari pertolongan profesional seperti psikolog menjadi salah satu dampak baik, di mana hal ini jika dilakukan sejak awal dapat mencegah seseorang mengalami kondisi yang lebih buruk. 

Psikolog adalah seorang profesional yang telah menyelesaikan pendidikan profesi psikologi dan memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tugas utamanya adalah memahami, menganalisis, dan membantu klein menemukan alternatif solusi yang sesuai terhadap berbagai masalah mental, emosional, dan perilakunya. 

Masih ditemukan beberapa salah kaprah mengenai karier psikolog, mulai dari segi kemampuan yang dianggap mirip peramal hingga ekspektasi menyelesaikan masalah secara instan. Mari kita bahas lebih lanjut mitos dan fakta karier psikolog melalui artikel ini. 

Mitos: Psikolog Dapat Membaca Pikiran

Fakta: Karier psikolog bukanlah dirancang untuk menjadi peramal dengan kekuatan supranatural. Pikiran manusia merupakan proses internal yang tidak dapat diamati atau terlihat jelas dari luar oleh orang lain. Namun, sebelum memulai karier psikolog telah terlatih untuk menerapkan berbagai teknik seperti observasi, wawancara terstruktur, koding perilaku, monitoring, serta penggunaan instrumen yang telah terbukti secara ilmiah. Temuan dari proses ini kemudian dianalisis secara mendalam, sehingga psikolog dapat menangkap makna-makna yang tidak diucapkan secara eksplisit namun tercermin melalui perilaku yang terlihat. Inilah yang sering kali menimbulkan kesan bahwa psikolog dapat membaca pikiran.

Mitos: Psikolog Hanya Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Fakta: Stigma bahwa seseorang yang berkonsultasi dengan psikolog pasti memiliki gangguan jiwa telah lama melekat di masyarakat. Padahal, karier psikolog dipersiapkan untuk menangani berbagai macam persoalan, mulai dari stres sehari-hari hingga pengembangan diri. Konsultasi tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang sedang ‘sakit’ dan ingin ‘sembuh’. Tak jarang pula klien berkonsultasi dengan psikolog untuk mengembangkan potensi, misalnya anak dengan minat dan bakat tertentu membutuhkan bimbingan yang tepat, atau seseorang yang ingin meningkatkan performa karier maupun kualitas hidupnya.

Mitos: Psikolog Hanya Bisa Melakukan Terapi

Fakta: Psikolog umumnya lebih dikenal masyarakat sebagai tenaga profesional yang memberikan terapi, karena jumlahnya yang cukup banyak dan mudah ditemukan di rumah sakit maupun klinik. Faktanya, peran psikolog jauh lebih luas. Mereka juga terlibat dalam berbagai kegiatan lain, seperti melakukan riset untuk mengembangkan pengetahuan terkini di bidang psikologi. Contoh lain di bidang pendidikan, psikolog membantu merancang intervensi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sementara dalam dunia organisasi, psikolog dapat berperan sebagai konsultan dalam pengembangan sumber daya manusia, termasuk dalam proses rekrutmen, pelatihan, dan peningkatan kinerja.

Mitos: Konseling dengan Psikolog Hanya Curhat yang Berbayar

Fakta: Seringkali seseorang enggan menjalani konseling dengan psikolog karena merasa tidak ada bedanya dengan sekadar curhat kepada teman, bahkan harus membayar lebih mahal. Padahal, keduanya sangat berbeda. Dalam sesi konseling, psikolog menggunakan pendekatan yang terstruktur, berbasis ilmu pengetahuan, serta metode yang telah terbukti secara ilmiah dan didukung oleh keahlian profesional. Psikolog dan klien akan bersama-sama menentukan tujuan awal dari konseling sehingga arahnya menjadi jelas, lalu bertahap melakukan perbaikan yang diharapkan, kemudian melakukan monitoring guna melihat sejauh mana progres yang dicapai. Hal ini tentunya berbeda dengan curhat biasa yang umumnya bersifat spontan dan tidak dilandasi metode ilmiah untuk mencapai perubahan yang terarah.

Mitos: Psikolog Dapat Menyebarkan Rahasia Klien

Fakta: Salah satu hal yang menahan keinginan seseorang untuk pergi berkonsultasi adalah kekhawatiran apa yang disampaikan di ruang konseling dapat tersebar dan membahayakan klien. Namun, perlu dipahami bahwa karier psikolog terikat oleh kode etik yang sangat menekankan pentingnya menjaga kerahasiaan klien. Psikolog memahami bahwa agar orang merasa nyaman membicarakan informasi pribadi dan terbuka, mereka memerlukan tempat yang aman untuk membicarakan apa pun tanpa takut informasi tersebut tersebar ke luar ruangan. Dalam beberapa situasi tertentu, psikolog dapat memberikan informasi tanpa persetujuan tertulis dari klien. Pengecualian yang umum adalah upaya melindungi klien atau masyarakat dari bahaya serius, misalnya jika klien membahas rencana untuk mencoba bunuh diri atau menyakiti orang lain. 

Mitos: Psikolog Dapat Menyelesaikan Masalah Kita

Fakta: Tak jarang, klien datang ke ruang konseling dengan harapan bahwa semua masalah akan langsung selesai begitu sesi berakhir. Padahal, proses pemulihan secara psikologis bukanlah sesuatu yang instan, di mana seringkali membutuhkan waktu, konsistensi, dan upaya berkelanjutan. Perubahan menuju pemulihan dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari komitmen klien, akar permasalahan yang dihadapi, hingga pendekatan terapeutik yang digunakan dalam konseling. Baik psikolog maupun klien sama-sama perlu bekerja sama secara aktif dalam proses konseling. Hubungan yang saling percaya dan kolaboratif antara keduanya menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai perubahan dan pemulihan yang bermakna. 

Membutuhkan konseling dengan psikolog bukanlah pertanda kelemahan, melainkan sebuah langkah berani untuk mengenali kebutuhan diri dan mengambil tindakan yang tepat. Tidak perlu merasa malu atau ragu untuk memulai proses menuju pemulihan, bahkan untuk berkembang dan mencapai versi terbaik dari diri sendiri. Jika Anda, atau seseorang yang Anda kenal sedang membutuhkan dukungan dari psikolog, hubungi LPTUI melalui link pendaftaran atau nomor WhatsApp LPTUI Salemba atau LPTUI Depok untuk mendapatkan jadwal konseling dan informasi selengkapnya.

Ditulis oleh: Khadijah Almuhdor

Referensi: 

Meloni, F., Federici, S., Stella, A., Mazzeschi, C., Cordella, B., Greco, F., & Grasso, M. (2017). The psychologist. In Assistive technology assessment handbook (pp. 157-188). CRC Press.

Londoño-McConnell, A., & Larson, S. (2019, October 19). Protecting your privacy: Understanding confidentiality in psychotherapy. Retrieved May 29, 2025, from https://www.apa.org/topics/psychotherapy/confidentiality

Anda bisa membagikan artikel berikut kepada yang lain:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

0

Keranjang Kamu Kosong

Tidak ada produk di keranjang Anda.