Pelecehan Seksual: Akar Masalah dan Cara Mencegahnya Menurut Psikologi

Pelecehan seksual semakin sering menjadi sorotan media belakangan ini. Kejadiannya ditemukan di berbagai tempat, mulai dari ruang publik, institusi pendidikan, hingga rumah sakit. Yang lebih memprihatinkan, pelakunya justru berasal dari kalangan yang seharusnya memberi rasa aman, seperti pendidik, tenaga kesehatan, dan aparat keamanan. Fenomena ini seolah menjadi alarm bahwa negara kita tengah menghadapi situasi darurat kekerasan seksual.

Namun, perlu dipahami bahwa kekerasan seksual bukanlah fenomena baru. Dewasa ini semakin banyaknya korban dan penyintas yang berani bersuara dan melaporkan pengalaman traumatis mereka kepada pihak berwenang. Dalam menyikapinya, penting bagi kita untuk memahami secara menyeluruh faktor-faktor yang mendorong terjadinya kekerasan seksual. Menyalahkan korban jelas bukan solusi, apalagi jika ingin memberantas akar permasalahannya.

Bagaimana kekerasan seksual bisa terjadi dan langkah-langkah yang dapat kita ambil untuk mencegahnya? Simak jawaban selengkapnya melalui artikel ini.

Bagaimana Kekerasan Seksual Dapat Terjadi?

Satu faktor tunggal tidak dapat sepenuhnya menjelaskan terjadinya kekerasan seksual. Tindakan ini umumnya dipicu oleh akumulasi berbagai faktor yang saling berkaitan. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Faktor Individual 

Seseorang dapat menjadi lebih rentan terlibat dalam kasus kekerasan seksual, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban, karena riwayat kekerasan yang pernah dialami sebelumnya. Proses internalisasi kekerasan yang terus berlangsung dapat membuat seseorang menganggap kekerasan sebagai sesuatu yang wajar sehingga tidak terbentuknya batasan (boundaries) yang sehat, seperti kesulitan untuk secara tegas menolak perlakuan yang tidak pantas. Di sisi lain, minimnya pemahaman tentang consent (persetujuan), termasuk batas lingkup, durasi, serta hak untuk mencabut persetujuan kapan saja, juga turut berkontribusi terhadap terjadinya kekerasan seksual.

  • Faktor Relasional

Kekerasan seksual sering disalahpahami sebagai akibat dari dorongan gairah seksual semata. Padahal, berbagai penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan relasi kuasa justru menjadi faktor utama, di mana pelaku kerap terdorong untuk menunjukkan dominasi dan kontrol terhadap korban dan tidak ada kaitannya dengan gairah seksual. Inilah yang menjelaskan mengapa kekerasan seksual kerap terjadi dalam hubungan yang tidak setara, seperti atasan terhadap bawahan, senior terhadap junior, atau orang dewasa terhadap anak.

  • Faktor Sosial

Stereotipe terkait gender dan relasi yang berkembang di masyarakat turut memperkuat terjadinya kekerasan seksual. Misalnya, anggapan bahwa laki-laki harus dominan dan agresif, sementara perempuan harus menjadi penurut dan pasif, membuat kekerasan yang terjadi seringkali tidak dikenali sebagai kekerasan atau justru lebih parahnya dinormalisasi. Selain itu, budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai objek turut memperkuat ketimpangan kuasa dan membuka celah bagi terjadinya lebih banyak kasus kekerasan seksual. 

Mengapa Korban Sulit Melaporkan Kasus Kekerasan Seksual? 

Banyak pihak yang mempertanyakan ketika korban kekerasan seksual tidak melaporkan kejadian segera. Padahal, kondisi masyarakat yang menormalisasi budaya menyalahkan korban (victim blaming) justru yang menjadikan banyak korban akhirnya memilih diam karena takut dikucilkan atau tidak dipercaya.

Ketika pelaku memiliki posisi atau kuasa yang lebih tinggi, melaporkan kekerasan seksual berarti siap menghadapi risiko besar—mulai dari tekanan sosial, kehilangan pekerjaan, hingga intimidasi. Kekerasan seksual juga umumnya terjadi di ruang privat sehingga korban kesulitan menghadirkan saksi atau bukti fisik. Dalam proses membuat laporan pengaduan, korban juga perlu mengulang kembali kisah traumatis yang sangat menyakitkan, hanya untuk membuktikan bahwa apa yang mereka alami benar-benar terjadi. Berbagai pertimbangan ini membuat banyak korban akhirnya terpaksa bungkam demi melindungi diri dari kerugian yang lebih besar.

Bagaimana Cara Mencegah Kekerasan Seksual?

Meski dapat menjadi tantangan tersendiri, kekerasan seksual bukanlah hal yang tidak dapat dimitigasi. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kekerasan seksual antara lain:

  • Melakukan Edukasi Sejak Dini

Edukasi tentang kekerasan seksual tidak perlu menunggu hingga anak tumbuh dewasa. Sejak dini, anak sudah dapat diajarkan untuk mengenali tubuhnya sendiri, termasuk bagian-bagian mana saja yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain. Selain itu, konsep consent atau persetujuan juga bisa diperkenalkan secara sederhana  misalnya dengan membiasakan anak untuk tidak memaksakan sesuatu yang membuat orang lain merasa tidak nyaman. Nilai-nilai dasar ini dapat menjadi pondasi penting dalam membentuk kesadaran dan mencegah kekerasan seksual di masa depan.

  • Mempraktikkan Pola Pengasuhan Positif

Pengalaman masa kecil memiliki peran besar dalam membentuk cara anak memandang diri sendiri, orang lain, dan dunia di sekitarnya. Ketika anak tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan atau pengabaian, mereka bisa menginternalisasi bahwa kekerasan adalah sesuatu yang wajar atau tak terhindarkan. Sebaliknya, anak yang dibesarkan dengan kasih sayang, perhatian, dan rasa hormat cenderung memiliki kepercayaan diri yang sehat dan nilai-nilai kuat untuk tidak menoleransi kekerasan dalam bentuk apa pun. 

  • Memperkuat Dukungan Sistemik

Pencegahan kekerasan seksual tidak bisa hanya dibebankan pada individu semata. Dibutuhkan dukungan sistemik yang kuat, baik melalui kebijakan maupun upaya sosialisasi yang dilakukan secara luas dan berkelanjutan. Langkah-langkah seperti edukasi mengenai jenis-jenis kekerasan seksual di sekolah, pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) yang responsif di kampus, serta penyediaan layanan hotline di transportasi publik merupakan contoh konkret dari upaya pencegahan kekerasan seksual yang komprehensif. Ketika sistem berpihak pada korban, ruang untuk kekerasan akan menjadi semakin sempit.

  • Menjaga Diri dan Lingkungan

Rasa aman dimulai dari diri kita sendiri. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga perilaku diri sekaligus menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual. Hal ini berarti belajar menghormati batasan orang lain, tidak tinggal diam saat melihat tindakan yang salah, dan berani bersuara jika terjadi kekerasan di sekitar kita. Menjaga perilaku diri sejatinya merupakan bentuk rasa hormat terhadap diri sendiri, sekaligus menjaga integritas dan menghidupkan nilai kemanusiaan. 

Kekerasan seksual merupakan isu yang kompleks dan multidimensi. Dapatkan insight lebih mendalam mengenai konteks, dampak, dan upaya pencegahannya melalui diskusi kami Echo Podcast episode “Psikolog Mengungkap Akar Pelecehan Seksual & Cara Mencegahnya” di sini

Ditulis oleh: Khadijah Almuhdor

Referensi: YouTube Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia

Anda bisa membagikan artikel berikut kepada yang lain:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

0

Keranjang Kamu Kosong

Tidak ada produk di keranjang Anda.