Tes sidik jari dipercaya dapat menjadi cara mudah untuk mengenali minat, potensi, gaya belajar, hingga menentukan arah karir yang tepat untuk anak. Semuanya dapat ditemukan sesederhana dengan memindai telapak jari, seperti. Namun, apakah cara ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah?
Setiap orang tua tentu ingin mempersiapkan yang terbaik untuk masa depan anak. Namun, orang tua juga perlu berhati-hati dan lebih kritis dalam memilih metode yang benar dan teruji untuk mendukung tumbuh kembang anak. Jangan sampai misinformasi yang kita dapatkan justru merugikan potensi anak di masa depan.
Mari kita bahas lebih lanjut mengenai tes sidik jari dan keabsahannya melalui artikel ini.
Apa itu Tes Sidik Jari?
Tes sidik jari atau Dermatoglyphics Multiple Intelligence Test (DMIT) merupakan sebuah asesmen yang menggabungkan antara dermatoglifik—ilmu yang mempelajari pola tonjolan epidermis atau sidik pada jari, telapak tangan, dan telapak kaki—dengan teori Multiple Intelligence yang dikemukakan oleh Dr. Howard Gardner—yang menjelaskan bahwa kecerdasan bukan merupakan sesuatu yang tunggal melainkan terdapat beberapa jenis, di mana setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Asumsi utamanya adalah bahwa otak manusia terbagi menjadi lima lobus—prefrontal, frontal, parietal, temporal, dan oksipital—yang masing-masing terbagi lagi menjadi dua bagian di otak kanan dan kiri, sehingga menghasilkan sepuluh area yang kemudian dikaitkan dengan sepuluh jari manusia. Dalam DMIT, sidik jari yang terdapat di ujung setiap jari diyakini berkaitan dengan bagian otak tertentu, dan oleh karena itu dianggap dapat dimanfaatkan untuk mengenali potensi kecerdasan individu pada area-area tertentu.
Apakah Tes Sidik Jari Terbukti Akurat Secara Ilmiah?
Tes sidik jari seringkali diiklankan dengan bahasa-bahasa yang terdengar ilmiah. Namun kenyataannya, tes tersebut belum mendapatkan validasi ilmiah yang kuat. Tes sidik jari memang merupakan alat yang umum digunakan dalam bidang forensik, di mana investigator menghubungkan jejak sidik jari dengan dengan tempat kejadian perkara. Namun, perlu dipahami bahwa penggunaan ini dikarenakan bentuk sidik jari yang unik untuk setiap orang dan konsisten, bukan untuk melihat kepribadian atau tingkat kecerdasannya.
Sampai hari ini, tes sidik jari masih dianggap sebagai pseudoscience atau praktik yang dianggap sebagai ‘ilmiah’ tetapi tidak mengikuti ataupun tidak sesuai dengan metode ilmiah. Tidak ada penelitian kredibel yang menunjukkan hubungan antara pola sidik jari dengan kecerdasan, kepribadian, minat, dan bakat seseorang. Tidak ada psikolog atau peneliti perkembangan yang mengandalkan tes ini, meskipun sidik jari dan jaringan saraf otak berkembang dari lapisan embrio yang sama pada trimester kedua kehamilan, namun kecerdasan dan minat anak dapat berkembang seiring berjalannya waktu.
Indian Psychiatric Society menerbitkan pernyataan secara tegas bahwa tes sidik jari tidak didasarkan pada bukti ilmiah. DMIT tidak dapat digunakan untuk menguji kecerdasan dan memprediksi perilaku di masa mendatang. Indian Psychiatric Society bahkan mendesak orang tua dan sekolah untuk menjauhi praktik ini. Metode tes yang mengklaim berkaitan dengan teori Multiple Intelligences ini juga ditolak secara langsung oleh pengemuka teorinya, Howard Gardner, dalam sebuah website. Menurut Gardner, kita tidak boleh memprediksi pilihan karier seseorang berdasarkan kecerdasannya semata, apalagi berdasarkan sidik jari mereka.
Risiko Mempercayai Hasil Tes Sidik Jari
Tes sidik jari dapat membatasi anak-anak ke dalam kategori yang sempit dan membatasi eksplorasi mereka. Faktanya, otak anak masih sangat sensitif terhadap stimulasi lingkungan sehingga sangat mungkin untuk berubah. Dengan demikian, tes minat bakat menggunakan alat tes psikologi yang valid biasanya direkomendasikan untuk anak berusia 14 tahun ke atas.
Selain itu, tes sidik jari dikhawatirkan menimbulkan kesan seolah hasilnya akurat dan terbukti, padahal mungkin hanyalah efek self-fulfilling prophecy, yaitu ketika seseorang mempercayai sesuatu, lalu tanpa sadar bertindak sesuai label yang diberikan. Misalnya, jika seorang anak diberi label “cocok di bidang seni, tidak berbakat di matematika”, ia mungkin kehilangan motivasi belajar matematika karena merasa tidak mampu. Padahal, dengan pendekatan belajar yang tepat, kemampuan tersebut masih sangat mungkin untuk dikembangkan. Banyak dari layanan tes sidik jari ini hanya mencari keuntungan semata dengan memanfaatkan kecemasan orang tua akan masa depan anak.
Cara Lain Mengenal Minat Bakat Anak
-
Beri Ruang untuk Anak Bereksplorasi
Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar dan dorongan untuk mencoba hal-hal baru. Pada fase perkembangan ini, penting untuk tidak membatasi pilihan anak. Sebaliknya, berikan mereka kesempatan untuk mencoba berbagai aktivitas, mulai dari seni, olahraga, hingga eksperimen sains atau kegiatan sosial.
-
Mengobservasi Keseharian Anak
Sesederhana mengenali perilaku dan kebiasaan anak sehari-hari, orang tua dapat apa yang membuat mereka bersemangat atau frustrasi. Dengan mengamati reaksi anak terhadap berbagai aktivitas, orang tua bisa memberikan stimulasi yang beragam dan melihat di mana anak merasa paling nyaman dan termotivasi untuk berkembang.
-
Diskusi dengan Guru
Guru berkesempatan menyaksikan langsung bagaimana anak belajar di dalam kelas. Meski anak tetap dapat belajar di rumah, pengamatan di ruang kelas seringkali memberikan perspektif tambahan. Diskusi dengan guru dapat membantu orang tua memahami sisi lain dari anak yang mungkin tidak terlihat di rumah.
-
Konsultasi dengan Psikolog
Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh, konsultasi dengan psikolog dapat membantu karena telah terlatih untuk mengoperasikan tes minat bakat, mengenali gaya belajar, dan pemeriksaan perkembangan lanjutan apabila diperlukan. Apabila Anda atau siapa saja membutuhkan layanan tes yang teruji secara ilmiah dan terjamin validitasnya, LPTUI menyediakan tes minat bakat baik secara massal maupun individual dengan psikolog yang ahli di bidangnya. Hubungi LPTUI melalui link pendaftaran atau nomor WhatsApp LPTUI Salemba atau LPTUI Depok untuk mendapatkan informasi selengkapnya.
Ditulis oleh: Khadijah Almuhdor
—
Referensi:
Tharay, N., Nirmala, S. V. S. G., Bavikati, V. N., & Nuvvula, S. (2020). Dermatoglyphics as a Novel Method for Assessing Intelligence Quotient in Children Aged 5–11 Years: A Cross-sectional Study. International Journal of Clinical Pediatric Dentistry, 13(4), 355.